Political Sphere Mahkamah Konstitusi, Menguji Usia Ideal Presiden dan Wakil Presiden

Political sphere Mahkamah Konstitusi, menguji usia ideal presiden dan wakil presiden
Prof Firman Wijaya.
Indonesia Memilih

Agenda pergantian presiden dan wakil presiden melalui Pemilu diharapkan menjadi “jalur aman” transisi kekuasaan secara damai.

Namun ternyata bukanlah jalur yang benar-benar aman, melainkan terjal berliku dan penuh resiko.

Bacaan Lainnya
Banner 728309

Oleh: Firman Wijaya*

FANATISME Kandidat presiden dan wakil presiden kini mengarah kepada persoalan ambang usia presiden dan wakil presiden yang kali ini instrument Judicial Review diuji kembali dan bola panas mengarah kembali kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai Guardian of Constitution atau sang pengadil dan penjaga demokrasi.

Tidak tanggung-tanggung, dalam irisan waktu yang begitu mepet, Komisi II DPR bersama Kemendagri sudah bersepakat masa pendaftaran calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) dilaksanakan 19-25 Oktober 2023.

Tenggat kurang satu bulan jelang penutupan pendaftaran Capres-Cawapres ini, MK belum juga memutuskan kapan pembacaan putusan sementara rentetan permohonan uji terdiri :

Pertama

Perkara Nomor 29/PUU/XXI/2023 diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diwakili Ketua Umum Giring Ganesha Djumaryo dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dea Tunggaesti, hingga Ketua DPP PSI Dedek Prayudi. Lalu, Michael sebagai kuasa hukum.

Gugatan ini diterima MK 9 Maret dan diregistrasi 16 Maret 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal Capres-Cawapres menjadi 35 tahun.

Seperti diketahui, PSI baru saja mendeklarasikan Kaesang Pangarep sebagai ketua umum dan saat ini dikabarkan selangkah lagi mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai Capres 2024.

Kedua

Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 diajukan Partai Garuda diwakili Ketua Umum Ahmad Ridha Sabana dan Sekjen Yohanna Murtika sebagai pemohon. Lalu, Desmihardi dan M Malik Ibrohim sebagai kuasa hukum.

Gugatan ini diterima MK 2 Mei dan diregistrasi 9 Mei 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal Capres-Cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.

Diketahui, Partai Garuda didirikan Ahmad Ridha Sabana yang merupakan adik kandung politisi Gerindra, Ahmad Riza Patria.

Ketiga

Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 diajukan Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa sebagai pemohon, keduanya adalah kader Partai Gerindra.

Lalu, Maulana Bungaran dan Munathsir Mustaman sebagai kuasa hukum. Gugatan diterima MK 5 Mei dan diregistrasi 17 Mei 2023.

Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal Capres-Cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.

Keempat

Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023 diajukan Arkaan Wahyu Re A sebagai pemohon. Lalu, Arif Sahudi sebagai kuasa hukum.

Gugatan diterima MK 4 Agustus dan diregistrasi 15 Agustus 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal Capres-Cawapres menjadi 21 tahun.

Dalam gugatan tersebut, Arkaan menyebut Gibran Rakabuming sebagai landasan ia mengajukan gugatan ke MK.

Diketahui, Gibran Rakabuming saat ini tengah santer diisukan menjadi salah satu bakal calon wakil presiden (Bacawapres) Prabowo Subianto dan dikabarkan sedang menunggu hasil putusan MK terkait batas usia Capres-Cawapres pada Pemilu 2029.

Ketua MK, Anwar Usman sendiri merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo yang notabene adalah paman dari Gibran Rakabuming.

Sementara itu, berdasarkan jadwal putusan MK, dilihat di website resminya Senin (25/9/2023), belum muncul jadwal putusan usia Capres-Cawapres.

Jadwal sidang putusan terdekat digelar Rabu (27/9), tapi bukan soal gugatan usia Capres-Cawapres.

Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman sudah mengungkap sidang gugatan usia Capres-Cawapres telah selesai dan sedang dirapatkan hasilnya.

Diketahui pula, sejumlah warga negara Indonesia mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu terhadap UUD 1945.

Dalam pasal ini menyebutkan persyaratan menjadi Capres-Cawapres berusia paling rendah 40 tahun.

Para penggugat meminta usia minimal Capres-Cawapres menjadi 35 tahun. Kemudian ada juga yang meminta usia minimal menjadi 25 tahun dan 21 tahun.

Alasan uji materiil terhadap batas usia minimum dari 40 tahun menjadi 35 tahun dengan alasan usia 35-39 tahun sebagai usia produktif kehilangan hak politiknya, tuntutan dengan dukungan netizen begitu gegap-gempita mendesak rumusan normatif Pasal 169 tersebut.

Dalam konteks berpikir legal criticism, menjadi pertanyaan apakah ada kaitannya antara usia dan kecerdasan?

Usia dan kecerdasan atau apakah karena memang ada kandidat favourable yang sedang diusung sebagai hidden motivered uji materiil tersebut?

Bahkan motif politik pengajuan uji materiil ini haruskah usia produktif untuk pengisian jabatan presiden dan wakil presiden tanpa alat ukur kompetensi leadership yang mumpuni, di samping rekam jejak dan kematangan berpikir melalui serangkaian psikotest dan profile assessment.

Figur presiden dan wakil presiden harus menunjukkan kualitas kompetensi leadership unggul.

Jadi amatlah dangkal jika persoalan pengujian batas usia minimal Capres-Cawapres hanya karena kepentingan ada beberapa referensi negara lain yg menerapkan isu usia minimal di bawah 40 tahun, tanpa diimbangi kajian uji kelayakan kompetensi kandidat dengan tuntutan kinerja kapasitas jabatan presiden dan wakil presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Tentu tidak sesederhana yang dipikirkan untuk pengisian jabatan publik sekedar soal relasi rentang usia dari perspektif hak setiap orang.

Kemampuan membangun relasi dan manajemen kepemimpinan yang kuat dan handal dengan orientasi kebijakan berbasis pengetahuan dan pengalaman adalah modal dasar yang harus dimiliki.

Tentu tidak bisa atas dasar eksperimen coba-coba.

Kini, semua bergantung MK sendiri, akan gunakan ratio decidendi seperti apa dan ke arah mana.

Apakah MK akan berpihak kepada precedent putusannya terdahulu, mengkandaskan permohonan uji Pasal 222 UU 7/2017 dengan alasan open legal polecy milik pembentuk UU ataukah akan membangun precedent baru yakni MK juga dapat mendesain open legal polecy lewat putusannya.

Kita lihat saja nanti, bagaimana komitmen MK di tengah political sphere (gelombang politik) uji usia minimal Capres dan Cawapres tersebut. **

*Penulis adalah Ketua Umum Peradin dan Pengajar Pasca Sarjana

Baca selengkapnya di GOOGLE NEWS KompolmasTV

Banner 728309

Pos terkait

Ekowisata Serunting - Wisata Bengkulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *