BENGKULU SELATAN | KompolmasTV — Di balik citarasa khasnya, pendap memiliki khasiat luar biasa bagi kesehatan tubuh para pengonsumsinya.
Panganan tradisional khas Bengkulu Selatan yang baru saja dipatenkan ini, telah turun-temurun diwariskan sebagai resep awet muda dan pencegah kanker.
Berbekal dua keunggulan —citarasa dan khasiat— tersebut, tidak aneh jika Bupati Gusnan Mulyadi mengajak masyarakatnya membidik pendap sebagai komiditi industri lokal yang bermasa depan gemilang.
“Kiranya, masyarakat dapat menjadikan pendap salah satu industri kecil, rumah tangga atau keluarga yang bisa menjadi sumber pendapatan,” imbaunya, Senin (21/6/2021) siang.
Gundul, sapaan karibnya, memastikan segera memerintahkan OPD terkait untuk melaksanakan pembinaan para pengrajin dan pengusaha pendap di daerah itu.
Sekaligus membimbing teknis marketing yang baik, agar pendap benar-benar menjadi sumber ekonomi masyarakat, seperti rendang Sumatera Barat, pempek Palembang, bubur pedas Sambas, dan gudek Jogja.
“Produk makanan daerah lain bisa berkembang, kenapa kita tidak? Kita harus menjawab pertanyaan itu dengan langkah-langkah nyata, agar pendap bisa bersaing sebagai kuliner skala nasional,” imbuhnya.
Gundul menilai, terpilihnya pendap sebagai juara ketiga kuliner tradisonal terpopuler pada ajang Anugerah Pesona Indonesia (API) 2020 menjadi bukti nyata bahwa kuliner legendaris ini sudah diterima masyarakat luas.
Beberapa jam sebelumnya, Dinas Pariwisata (Dispar) Bengkulu Selatan menerima sertifikat hak paten dari Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Yakni berupa surat pencatatan inventarisasi kekayaan intelektual komunal pengetahuan tradisional, sesuai Undang Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
“Artinya, pendap sudah resmi jadi kekayaan intelektual sebagai makanan tradisional Bengkulu Selatan, dan tidak bisa diklaim lagi oleh daerah lain,” ujar Kepala Dispar Yulian Fauzi usai menerima sertifikat tersebut di Kanwil Kemenkum dan HAM Bengkulu.
Nutrisi dan Khasiat
Bahan utama pembuat pendap adalah ikan yang dibalur bumbu, kemudian dibalut daun talas berlapis-lapis dan diikat.
Direbus berjam-jam, membuat pendap mengeluarkan aroma dan citarasa khas, perpaduan bumbu dan daun pembungkusnya.
Inovasi terkini, penanganan ikan sebelum dibungkus daun talas, biasanya dipresto terlebih dahulu agar tulang-belulangnya menjadi lunak dan nantinya proses merebus tidak begitu lama lagi.
Di Bengkulu Selatan, terdapat dua jenis ikan yang lazim dijadikan bahan baku, yakni kembung dan nila.
Melimpahnya hasil produksi kolam air deras di daerah tersebut, menjadikan nila opsi bahan favorit kalangan pegiat usaha kuliner pendap.
Para pakar nutrisi meyakini, ikan nila mengandung banyak protein dan asam folat yang baik untuk tubuh dan keseimbangan hormon.
Melalui sebuah studi, setiap 100 gram ikan nila ditemukan sekitar 128 kalori, 0 gram karbohidrat, 26 gram protein, 3 gram lemak, sejumlah vitamin (umumnya B3 dan B12), selenium, kalium, serta fosfor.
Selenium bermanfaat menstimulasi vitamin E dan C yang baik untuk kesehatan kulit.
Selenium dan derivatnya tergolong antioksidan yang bisa membantu mencegah kerusakan sel (keriput, kulit kendur, bercak hitam di wajah) akibat terpapar radikal bebas.
Sebagai antioksidan, selenium juga bisa membantu mencegah kerusakan sel tubuh yangmemicu kanker. Namun, khasiat satu ini masih jadi perdebatan di kalangan ilmuan.
Selain itu, kandungan asam lemak Omega 3 pada nila bisa membantu menjaga kadar kolesterol tubuh dan memperbaiki respon otot terhadap hormon insulin. Sehingga berdampak baik terhadap penderita diabetes.
Golongan asam lemak yang satu ini, bersama kalium, diyakini berperan penting dalam peningkatan fungsi otak dan saraf.
Memasak ikan nila dengan cara direbus lama (jadi pendap), dinilai sangat tepat dan lebih aman dibanding dengan cara digoreng, dibakar, atau diasapi.
Bagaimana Nasib Ikan Tapau?
Tentu saja sudah beda nasib dengan pendap yang kini mendunia, meski kuliner salai ini sudah benar-benar membumi di seantero Nusantara.
Termasuk di Kabupaten Bengkulu Selatan yang menyebutnya tapau. dan umumnya hanya dijadikan sebagai metode pengawetan.
Saat ikan ditapau atau diasapi, protein pada dagingnya akan bereaksi, membentuk Heterocyclic Amines (HcAs) yang menstimulasi mutasi DNA.
Zat ini kalau terkonsumsi bisa memicu kanker pada tubuh manusia.
Selain itu, lemak ikan yang menetesi pembakaran akan menimbulkan asap, mengandung Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs).
Jika asap mengandung PAHs ini mengepul dan terserap ke dalam daging ikan, akan meningkatkan resiko kanker.
Penelusuran KompolmasTV, belum ada penelitian khusus menyoroti akurasi hubungan HcAs dan PAHs dalam ikan bakar/salai terhadap kemunculan sel kanker pada tubuh manusia.
Tapi tidak ada salahnya diantisipasi, di antaranya dengan merendam ikan dalam bumbu pedas sebelum dibakar. Riset membuktikan, cara ini bisa mengurangi kandungan HcAs hingga 90 persen.
Atau cobalah menggunakan microwave, tinggalkan pengasapan tradisional.
Perlu diingat pula, ikan tapau yang belum benar-benar matang akan menjadi semang paling disukai bakteri Escherichia Coli dan Salmonella, biang kerok gangguan pencernaan.[ing]