Mahfud: Kritik Pers Jadi Modal Pemerintah Rumuskan Kebijakan

Kritik pers jadi modal pemerintah rumuskan kebijakan
Kritik pers jadi modal pemerintah rumuskan kebijakan.
Indonesia Memilih

PERS Memiliki kedudukan sangat penting dan dibutuhkan dalam menjalankan berbagai tugas pejabat negara.

Berbagai hal yang diberitakan atau yang dikritik oleh pers, bukan hanya menjadi masukan, tapi menjadi modal dalam merumuskan kebijakan.

Bacaan Lainnya
Banner 728309

Demikian petikan keynote speech dari Mahfud MD dalam diskusi Anugerah Dewan Pers, bertema “Jurnalisme Berkualitas untuk Peradaban Bangsa”, berlangsung di Bandung, Senin (12/12).

Berbagai hal yang diberitakan, disuarakan, atau dikritik pers, bagi Menko Polhukam ini bukan hanya menjadi masukan, tapi menjadi modal atau amunisi untuk disampaikan pada rapat-rapat di sidang kabinet, maupun di rapat tingkat menteri atau pejabat utama di kementerian dan lembaga.

Mahfud mencontohkan sejumlah kasus yang berhasil ia dorong di pemerintahan atas peran media dan insan pers. Misalnya, kasus amnesti dari presiden untuk Saiful Mahdi di Aceh, kasus Nurhayati si pelapor korupsi di Cirebon yang tersangka lalu dibebaskan, kasus AKBP Brotoseno yang kemudian dipecat dari Polri, kasus Sambo, dan beberapa kasus yang menjadi sorotan publik.

Pada momen Anugerah Dewan Pers ini, Mahfud MD berpesan, wartawan sejatinya berkarya, bukan semata bekerja. Dengan berkarya, ada pesan moral yang ingin disampaikan.

“Saya menggaris bawahi kata ‘karya jurnalistik’ karena wartawan atau insan pers sehari-hari sejatinya berkarya, bukan semata bekerja. Kata karya menandakan ada nilai yang ingin dicapai, ada pesan moral yang ingin disampaikan. Ini sesuai dengan tema diskusi hari ini, ‘Jurnalisme Berkualitas bagi Peradaban Bangsa,’ yang juga tema sentral Anugerah Dewan Pers tahun ini,” tambah Mahfud.

Lebih jauh Mahfud memaparkan, hal yang paling sering menjadi perhatian para pemerhati atau pemangku kepentingan pers, khususnya yang memiliki keterkaitan dengan pemerintah, adalah soal kebebasan pers.

“Berdasarkan data terbaru Dewan Pers, Indeks Kebebasan Pers (IKP) Indonesia tahun 2022 mengalami kenaikan. Selama lima tahun, terhitung sejak tahun 2018 sampai dengan tahun 2022, IKP kita secara nasional naik.

IKP tahun 2022 ini mencapai 77,88 persen, naik 1,86 poin dari IKP tahun sebelumnya 2021. Menurut Dewan Pers, capaian IKP dengan 77,88 persen itu menandakan pers nasional berada dalam kondisi “Cukup Bebas” untuk menyampaikan berita dan informasi kepada publik. Itu menurut survei yang dilakukan sendiri oleh Dewan Pers. Bagi kami di pemerintahan, hal ini tentu menggembirakan dan harus terus dipertahankan dan ditingkatkan,” jelas Mahfud.

Namun demikian, lanjut Mahfud, di sisi lain, pemerintah juga tidak menutup mata pada sejumlah hal yang dinilai publik atau pengamat dan lembaga independen, masih menjadi catatan yang harus dibenahi.

Misalnya, menurut data Reporters Without Borders (RSF) yang dirilis di Paris pada Agustus lalu, Indeks Kebebasan Pers di Indonesia tahun 2022, tidak lebih baik dari tahun lalu. Tahun lalu, skor Indonesia 62,60 turun menjadi 49,27 pada tahun ini, atau peringkat ke-113 dari total 180 negara yang dipantau oleh RSF.

Di akhir paparannya, Mahfud mengajak para insan pers, sejalan dengan tema diskusi yang mengharapkan pada perbaikan peradaban, untuk terus menyajikan berita dan informasi yang faktual dan obyektif, dengan tetap memelihara sikap kritis.[hra]

Baca selengkapnya di GOOGLE NEWS KompolmasTV

Banner 728309

Pos terkait

Ekowisata Serunting - Wisata Bengkulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *