Izin Usaha Perkebunan PT JS Diduga Bodong, 2 Oknum Pejabat Terlibat?

Izin usaha perkebunan PT JS diduga bodong, 2 oknum pejabat terlibat
Izin usaha perkebunan PT JS diduga bodong, 2 oknum pejabat terlibat.
Indonesia Memilih

DUGAAN PT Jatropha Solutions (JS) mengantongi perizinan usaha perkebunan sawit bodong di Kecamatan Pino, Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu, semakin menguat.

Nama AMN dan AA mulai santer disebut-sebut sebagai sosok paling mengetahui asal-usul bertenggernya PT JS di atas lahan berstatus hak guna usaha (HGU) PT Sumber Windu Kencana (SWK).

Bacaan Lainnya
Banner 728309

Sebab, kedua orang itu masing-masing menjabat sebagai Gubernur Bengkulu dan Penjabat Bupati Bengkulu Selatan saat PT JS mengurus perizinan perkebunannya, tahun 2009 silam.

 

Semula Beda Lokasi

Tim Investigasi KompolmasTV coba menelusuri koordinat lokasi yang diperoleh dari sebuah dokumen valid yang telah terkonfirmasi pihak berkompeten.

Lahan HGU PT SWK berada pada koordinat 4.25068°S, 102.92121°E. Lahan seluas 5000 hektar ini terletak beberapa kilometer Barat Laut dari Desa Lubuk Tapi di seberang Sungai Air Pino, tepatnya di Desa Karang Cayo, Kecamatan Pino (sekarang Kecamatan Pino Raya), Bengkulu Selatan.

Pada tahun 2009, Gurbenur Bengkulu menerbitkan Surat Keputusan Izin Lokasi Perkebunan atas nama PT JS pada koordinat -4.2591107, 103.0359650.

Lokasi ini terletak beberapa kilometer Timur Laut dari Desa Lubuk Tapi di seberang Sungai Air Manna, tepatnya di dalam wilayah Desa Air Tenam, Kecamatan Ulu Manna, Bengkulu Selatan.

Dikabarkan, terdapat 2800-3000 hektar lahan di lokasi ini, memanjang ke arah Kecamatan Seginim dan Air Nipis.

Pada tahun 2010, Bupati Bengkulu Selatan menerbitkan Surat Keputusan Izin Usaha Perkebunan atas nama PT JS dengan komoditi jarak pagar kemudian diubah menjadi sawit.

Belum diketahui pasti, sejak kapan dan atas gagasan siapa, PT JS bukannya melaksanakan kegiatan usaha di lokasi yang diurus izinnya (koordinat -4.2591107, 103.0359650) tersebut, tapi malah menyerobot lokasi di koordinat 4.25068°S, 102.92121°E.

Beberapa sumber menduga, hal ini lebih menarik dilakukan karena di lokasi HGU PT SWK sudah terbangun infrastruktur perkebunan memadai, dan aktifitas usaha masih terhenti karena pemiliknya baru saja usai menjalani proses hukum.

Diketahui, Rustian selaku pemilik Rokan Group dan Direktur Utama PT SWK diproses hukum dan ditersangkakan oleh Kejaksaan Agung RI atas laporan korupsi melalui kotak pos 5000, pada tahun 1995.

Dia ditahan penyidik sejak 1 Januari 1999 atas tuduhan penyimpangan dana pinjaman dari beberapa bank milik negara yang diperoleh melalui Program PBSN-3 fasilitas KLBI senilai Rp 98.094.421.582.

Akibat proses hukum ini, kegiatan pembangunan dan pemeliharaan kebun Rokan Group, termasuk PT SWK terhenti.

Sekitar dua tahun sebelum Rustian ditahan, yakni pada 1997, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) berkirim surat kepada Gurbenur Bengkulu untuk mengamankan fisik kebun yang dibangun dengan dana pinjaman dari bank milik negara tersebut.

Surat itu bernomor B.1308/Fpk.1/4/1997, perihal permintaan agar lahan perkebunan PT SWK tidak dialihkan atau diserahkan pengelolaannya kepada pihak lain.

 

 Abaikan Jampidsus

Setelah melewati proses lumayan panjang, pada 15 Juni 2005, Mahkamah Agung memutuskan terdakwa Rustian tidak terbukti bersalah dan meminta pihak kejaksaan untuk membebaskannya dari segala dakwaan serta memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.

Sejak putusan Mahkamah Agung dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap pada 5 Oktober 2007, Rustian melakukan berbagai upaya melanjutkan kembali usaha perkebunan guna menyelamatkan uang milik negara dan pribadi yang sudah digunakan dalam proses pembangunan kebun PT SWK di Bengkulu Selatan.

Kejaksaan Agung beserta jajaran juga telah melakukan upaya agar usaha perkebunan PT SWK yang telah menggunakan uang milik negara itu dapat kembali dilanjutkan.

Namun hal itu tidak semudah dibayangkan, lokasi HGU perkebunan PT SWK telah diduduki pihak lain (PT JS). Seluas 1000 hektar lahan ditanami sawit dan sudah berproduksi.

Manajemen PT SWK mensinyalir, aktifitas PT JS dan kroninya di lokasi tersebut adalah tindak penyerobotan berkedok legalitas dari gubernur dan bupati di lokasi berbeda.

Atau, kalau lokasi perizinan dimaksud adalah juga di koordinat 4.25068°S, 102.92121°E, berarti Gubernur AMN dan Pj Bupati AA sudah terang-terangan mengabaikan surat Jampidsus Nomor B.1308/Fpk.1/4/1997.

Fakta lainnya, hak kepemilikan PT SWK atas lahan tersebut hingga kini masih diakui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Dipertegas dalam Surat Direktur Jendral Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Nomor HT.01/273-400/III/2021, tanggal 10 Maret 2021.

Jadi, sampai kapan PT JS mampu bertahan di lokasi itu?

 

TO dan Menghilang

PT JS sepertinya sudah mulai tahu diri, bahkan sejak beberapa tahun lalu. Upaya take offer (TO) pun dilakukan dengan PT Bengkulu Sawit Lestari  (BSL).

Meski tidak berjalan mulus karena gagal memperoleh restu pihak berwenang di Pusat, namun diduga TO tetap dilangsungkan dengan mekanisme kurang wajar.

Kini, seluruh segmen usaha perkebunan sawit di lokasi tersebut berada sepenuhnya di bawah kendali PT BSL.

Tidak berhenti di TO, owner PT JS juga ternyata sudah lama tidak berada di kantornya. Setidaknya demikian hasil penelusuran Tim Investigasi KompolmasTV di Sudirman Plaza Business Complex, Jakarta Selatan, kemarin.

Yakni tempat perusahaan bernomor registrasi 103/56806 (SK Menkum dan HAM Nomor AHU-08199.40.20.2014) itu berkantor pusat.

Hingga berita ini diturunkan, meminta konfirmasi kepada pimpinan PT SWK, PT JS, PT BSL, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tengah diupayakan.[cen/hra]

Banner 728309

Pos terkait

Ekowisata Serunting - Wisata Bengkulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *