Pemakzulan Presiden Jokowi Menggema, Istana: Mimpi Politik

Pemakzulan Presiden Jokowi menggema, Istana mimpi politik
Presiden Jokowi.
Indonesia Memilih

ISTANA Akhirnya buka suara merespons wacana pemakzulan atau impeachment Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang kembali menggema.

Koordinator Staf Khusus (Stafsus) Presiden, Ari Dwipayana menyebut wacana dihembuskan Koalisi Masyarakat Sipil Petisi 100 itu adalah mimpi politik.

Bacaan Lainnya
Banner 728309

Sebab menurut dia, menyampaikan permintaan pemakzulan melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD adalah tindakan inkonstutusional.

Dalam negara demokrasi, menyampaikan pendapat, kritik atau bahkan memiliki mimpi-mimpi politik adalah sah.

Apalagi saat ini Indonesia tengah memasuki tahun politik, sehingga akan ada pihak yang mengambil kesempatan dan menggunakan narasi pemakzulan presiden untuk kepentingan politik elektoral, tapi itu tak patut dilakukan.

Ari memastikan, mekanisme pemakzulan presiden sudah diatur dalam konstitusi, harus melibatkan DPR, MK dan MPR dengan syarat ketat.

“Di luar itu adalah tindakan inkonstitusional,” ujarnya di Jakarta, dilansir dari Republika.co.id via Waspada.co.id, Jum’at (12/1/24).

Menyoal tudingan kecurangan Pemilu oleh Presiden Jokowi, Ari menekankan proses uji dan harus ibuktikan sesuai mekanisme dalam undang-undang.

Berdasarkan undang-undang, Bawaslu dibentuk untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu, menerima aduan, menangani kasus pelanggaran administratif dan pelanggaran pidana Pemilu berdasarkan tingkatanya.

“Jadi, apabila terjadi pelanggaran Pemilu, laporkan saja ke Bawaslu,” tandasnya.

Sebelumnya, wacana pemakzulan dilontarkan Koalisi Masyarakat Sipil Petisi 100 saat temui Menkopolhukam Mahfud MD di kantornya, pada Selasa, 9 Januari 2024 lalu.

Mereka meminta mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu memakzulkan Jokowi, salah satunya karena dianggap terlalu banyak cawe-cawe urusan Pemilu 2024.

Mengutip Tempo.co, pemakzulan presiden dan atau wakil presiden ditinjau dari UUD 1945 (dalam Jurnal Surya Kencana Satu: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan), langkah pemakzulan dimulai dengan DPR meminta MK memeriksa, mengadili, dan memutus bahwa presiden telah melanggar hukum atau tak lagi memenuhi syarat.

Pengajuan permintaan DPR kepada MK dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya dua dari tiga jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna, yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah keseluruhan anggota DPR.

MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya paling lama 90 hari setelah permintaan DPR diterima.

Jika MK memutuskan presiden terbukti melanggar hukum atau tidak lagi memenuhi syarat, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden kepada MPR.

Kemudian, MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usulan.

Dengan rangkaian mekanisme demikian, berarti dibutuhkan waktu sekurang-kurangnya 90 hari untuk pemakzulan. Sementara Pemilu hanya tinggal 30 hari lagi.

[hra/gem/ur]

Baca selengkapnya di GOOGLE NEWS KompolmasTV

Banner 728309

Pos terkait

Ekowisata Serunting - Wisata Bengkulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *