Leadership with Statesmanship sebagai Watak dan Sikap Kenegarawanan

Leadership with Statesmanship sebagai watak dan sikap kenegarawanan - Disarikan dari pidato resmi Ki Sri Edi Swasono
Leadership with Statesmanship sebagai watak dan sikap kenegarawanan - Disarikan dari pidato resmi Ki Sri Edi Swasono.
Indonesia Memilih

Sepasukan domba yang dipimpin seekor singa akan sangat mudah mengalahkan sepasukan singa yang dipimpin seekor domba.

Oleh: Jacob Ereste*

Bacaan Lainnya
Banner 728309

LEADERSHIP with Statesmanship adalah isi pidato resmi Ki Sri-Edi Swasono, Guru Besar Universitas Indonesia, dalam acara Forum Negarawan, di Museum Satria Mandala, Jakarta, 11 Agustus 2023.

Guru Besar Luar Biasa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta serta Pembina Institut Seni Indonesia, Surakarta ini memaparkan dimensi kenegarawanan meliputi nilai-nilai kepemimpinan yang tak mudah digambarkan dengan diksi yang tepat.

Sebab, kenegarawanan adalah suatu sikap sari para nasionalis yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan dan kehormatan negara serta rakyat Indonesia.

Mengacu pada Mpu Tantular yang mengatakan bahwa titik pusat kenegarawanan adalah “Tan Hana Dharma Mangrwa” yang bisa dipahami tiada kebajikan yang mendua.

“Jadi tak ada loyalitas ganda terhadap Ibu Pertiwi,” kata Profesor Sri-Edi Swasono.

Untuk mencintai tanah tumpah darah bangsa Indonesia, menurut Ketua Perguruan Taman Siswa ini, dituntut suatu cakupan kenegarawanan yang luas dan besar pula. Karena Indonesia yang membentang dari Barat ke Timur, sama dengan dari London sampai Kazakhtan.

Dan bentangan wilayah Indonesia dari Utara ke Selatan, sama dengan dari Kiev hingga Kairo. Alamnya kaya raya dan melimpah, baik di darat maupun di laut.

Seorang negarawan perlu memahami kekayaan Indonesia yang memiliki 16.056 pulau, yang disatukan oleh lautan.

Wawasan Nusantara yang diperjelas semasa Perdana Menteri Ir H Djuanda dalam idealisme teritorial hingga terkenal sebagai Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957, hingga pengakuan kepada Indonesia sebagai Negara Kepulauan (Archipelagic State) dalam Unclos III United Nations Conventions on The Law of The Sea, pada Desember 1982.

Sejak itu, luas wilayah laut Indonesia yang semula hanya 2.027.087 kilometer persegi, menjadi lebih luas hingga 5.193.250 kilometer persegi, belum termasuk Irian Barat.

Kenegarawanan atau statesmanship terkait dengan kepemimpinan atau leadership, baik formal maupun informal yang harus mampu menggerakkan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan serta harkat dan martabat bangsa.

Bahkan harus mampu menyelamatkan bangsa dan negara saat menghadapi ancaman dari pihak manapun dan dalam bentuk apapun.

Kaitan antara statesmanship dengan leadership seperti diungkap dalam pepatah “sepasukan domba yang dipimpin seekor singa akan sangat mudah mengalahkan sepasukan singa yang dipimpin seekor domba”.

Jadi, the skillful leadership itu yang merupakan the statesmanship.

Atas pemahaman serupa itu, maka jelas fungsi dan tugas seorang negarawan adalah mendesain mada depan, menyusun perencanaan pembangunan nasional, menggerakkan segenap sumber daya melalui tahapan prioritas hingga target pembangunan berhasil dicapai.

Karena itu, ketimpangan hidup rakyat perlu segera diatasi, daulat rakyat harus dikembalikan, pemerataan dan azas keadilan juga segera dipulihkan. Hingga budaya korupsi, berjanji bohong, tak hendak mendengar aspirasi rakyat, harus dan wajib dibersihkan.

Jika etik profetik —tuntunan dan ajaran yang dibawa para Nabi ke bumi untuk manusia— dapat menjadi pegangan bersama, maka kemarahan rakyat hingga terpaksa menggunakan diksi tolol dan bajingan itu tidak akan pernah terjadi di negeri ini.

Keterkaitan antara statesmanship dengan leadership bisa lebih dipahami dalam perspektif tradisi budaya leluhur kita, yaitu “hasta brata” seni kepemimpinan untuk negara dan bangsa meliputi watak yang harus dimiliki seorang pemimpin dengan simbol, matahari, bulan, bintang, angin, air, samudera, bumi dan api.

Simbol itu meliputi anabling leader, team building leader, visioning and master leader, soul-mate leader, democratic leader, creative, wise and decesive leader, prosperity leader, serta justice and lawful leader.

Setidaknya, untuk kukuhnya sikap dan sifat kenegarawanan, ungkap Prof Sri-Edi Swasono, bisa juga mengacu pada trilogi kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro, “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso”, dan “tut wuri handayani”. [*/]

 

Baca selengkapnya di GOOGLE NEWS KompolmasTV

Banner 728309

Pos terkait

Ekowisata Serunting - Wisata Bengkulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *