Dualisme Kadin, Pertempuran Kaum Borjuis versus Proletar

Dualisme Kadin, pertempuran kaum borjuis versus proletar
Dualisme Kadin, pertempuran kaum borjuis versus proletar.
Indonesia Memilih

FENOMENA Pejabat publik mendukung salah satu kubu Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) yang tengah berdualisme kembali terjadi.

Kali ini, dilakukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian pada penutupan Musyawarah Nasional Khusus (Munassus) Kadin Asyad Rasyid (AR) di Banten, 23 Juni 2022.

Bacaan Lainnya
Banner 728309

Dia menyatakan dukungan terhadap keberadaan Kadin AR sebagai satu-satunya Kadin, induk organisasi usaha di Indonesia.

Sekitar setahun sebelumnya, dukungan serupa juga dilakukan Ketua DPD RI yang mengeluarkan surat pengakuan terhadap Kadin AR.

Mengapa Kadin AR perlu mendulang dukungan pejabat publik?

Wajar saja, kalau dunia usaha memandang dua pernyataan dukungan tadi sebagai ketidakpercayaan diri dan ketidakpahaman Kadin AR menyikapi dualisme Kadin.

“Kemelut dualisme kepemimpinan Kadin terus berlanjut dan sampai hari ini belum menemukan titik terang,” kata Direktur Institute Development And Economic (IDE), Prof DR M Mufti Mubarok SH SSOS MSI melalui siaran pers diterima KompolmasTV pada Sabtu (25/6) malam.

Mufti mengungkapkan, pecahnya ‘kapal’ Kadin terjadi saat Suryo Bambang Sulisto (SBS) menjadi ketua umum, namun riak-riak perpecahan sudah dimulai sejak periode ketua umum MS Hidayat.

Kini sudah terlanjur pecah. Diakui atau tidak, sah atau tidak, palsu atau tidak, memang kenyataannya ada dua Kadin.

Kadin berketua umum Arsyad Rasyid bernama Kadin Indonesia atau Kadin AR, berlogo perahu dengan layar 5, berkantor di Jalan Kuningan, Jakarta.

Sementara Kadin Paradigma Baru (PB) atau Kadin Egan diketuai Eddy Ganevo (dua periode), berlogo perahu dengan layar 3, berkontor di Jalan Cokroaminoto, Jakarta.

Mufti menilai, sebenarnya sudah ada segmen berbeda antara Kadin AR dan Kadin Egan. Segmen Kadin AR lebih pro pemerintah (proyek), borjuis, lebih kongklomerat atau kolonial.

Sedangkan Kadin Egan (Eddy Ganefo) pada segmen pro rakyat, proletan (UMKM), dan milenial.

Meski demikian, kedua Kadin ini kadang saling bertabrakan di lapangan, bahkan cenderurung adu power di daerah.

Dulu, kenang Mufti, menjadi anggota atau pengurus Kadin memang biasanya terkait proyek pemerintah, tapi sekarang proyek-proyek pemerintah dilaksanakan melalui lelang online yang jumlah proyeknya makin berkurang.

“Sudah sedikit proyek masih menjadi rebutan. Jadi akhir-akhir ini menjadi anggota dan penggurus Kadin hanya sebagai ajang nostalgia dan silaturrahmi pengusaha,” tandasnya.

Kemelut dualisme ini, kata Mufti, semakin parah setelah masuknya perang elit yang saling adu legitimasi. Misalnya Kadin AR yang meminjam tangan pejabat publik untuk memberikan ‘surat cinta’ kepada kepala-kepala daerah.

Sementara Kadin Egan pada periode pertama juga banjir dukungan dari Presiden RI dan banyak kemeterian terkait.

Sebenarnya, Kadin tidak ada hubungan dukung-mendukung pejabat publik. Merujuk UU Nomor 1 Tahun 1987 Pasal 5, Kadin bersifat mandiri, bukan organisasi pemerintah dan bukan organisasi politik.

“Jadi sudah jelas sebenarnya pejabat publik bukan alat saling klaim untuk legitimasi Kadin,” tegasnya.

Mufti menengarai, kemelut dualisme ada kaitan dengan banyaknya kepentingan politik. Diakui atau tidak, menjadi ketua umum Kadin secara turun temurun akan memperoleh jatah di kabinet.

Di antaranya adalah Abu Rizal Bakrie, MS Hidayat, Rizal Ramli, dan para ketua umum lainnya pernah menjadi menteri.

Tapi, sejak periode kedua Jokowi, baik Ketua Umum versi Kadin AR maupun Ketua Umum versi Kadin Egan tidak mendapat jatah posisi di Kabinet.

Kedekatan AR dengan Menteri BUMN, diduga memuatnya masih dipakai untuk Tim Ekonomi Covid-19 dan urusan UU Omnibuslaw. Sementara Egan lebih memilih berada di luar pemerintahan, mengurusi UMKM.

Kadin adalah lembaga produk UU Nomor 1 Tahun 1987. Mufti memandang, UU itu sudah sangat tua dan perlu revisi. Kadin sudah berusia 34 tahun, sebuah umur organisasi yang sangat tua.

Maka Kadin perlu segera merevisi UU sekaligus Perpres-nya (Nomor 17 Tahun 2010) dengan mengakomodir kepentingan pengusaha kolonial dan milenial di Indonesia.

 

Rekonsiliasi

Para petinggi pernah beberapa kali mencoba berekonsiliasi, tapi hasilnya masih nihil. Karena masing-masing elit masih egosentris, tidak ada yang mengalah.

Maka jalan satu-satunya, saran Mufti, kedua ketua umum menghadap presiden dan merubah AD-ART. Kemudian mengesahkan apakah Kadin sebagai wadah tunggal atau mengakui ada dua Kadin.

Tahun ini, sebenarnya tidak ada alasan lagi untuk dualisme, karena situasi ekonomi nasional sedang carut-marut terdampak pandemik berkepanjangan ditambah konflik tajam di daerah membuat iklim usaha tidak produktif.

 

Keabsahan Munas Kadin AR

Kadin Egan sudah menggelar Munas IX di Jakarta pada Desember lalu. Sedangkan Kadin AR juga sudah menggelar Munas, tapi molor enam bulan lebih.

Dari hal itu didapati bahwa sebenarnya Kadin AR punya kelemahan fundamental terkait keabsahaan Munas-nya.

Sebab itu, harus ada pertemuan bersama antara dua Kadin sebelum Munassus masing-masing, atau dalam Munassus masing-masing merubah AD-ART untuk diterbitkan Perpres baru pengganti Perpres 17/2010, sehingga kedua Kadin sama-sama ada legitimasi.

 

Dua Kadin Tidak Masalah

Pada banyak negara, Kadin memang tidak hanya satu. Di Jepang misalnya ada dua kadin, di Jerman juga lebih dari satu Kadin, bahkan di Malaysia ada empat Kadin.

Di Brunei Darussalam ada enam Kadin, dan di banyak negara lainya juga banyak Kadin.

 

Pusat Anteng, Daerah Puyeng

Dampak dualisme di pusat tergeret hingga ke daerah. Realita di lapangan, hampir semua provinsi dan kabupaten-kota risau dengan kemelut dualisme tersebut.

Dualisme kepemimpinan di daerah bahkan hingga melenceng ke adu fisik. Ada yang tidak diakui, ada yang minoritas dan ada yang mayoritas, tergantung kekuasaan yang berkuasa.

 

Kadin Tertinggal

Mufti berpendapat, banyak hal bisa dikerjakan dua Kadin. Masalah penangangan dan pemulihan ekonomi pasca pandemi mestinya menjadi perhatian pula.

“Jangan hanya memikirkan ego elite kekuasaan, saling berebut jatah ekonomi pemerintah. Kadin perlu mandiri berkontribusi buat perekonomian nasional,” pungkasnya.[bro]

Banner 728309

Pos terkait

Ekowisata Serunting - Wisata Bengkulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *