Hikmah Puasa Menurut Tafsir Qur’an

Mutiara hikmah puasa menurut tafsir Qur'an - oleh Hj Dewi Sartika
Hikmah puasa menurut tafsir Qur'an - oleh Hj Dewi Sartika.
Indonesia Memilih

PADA Hari ke-3 Ramadhan 1444 Hijriyah ini kita akan menggali hikmah puasa dari dalil yang berisi perintah melaksanakannya, yakni Surah Al-Baqarah Ayat 183.

Artikel ini ditulis menurut kemampuan pengetahuan penulis (Hj Dewi Sartika SE*) serta dilengkapi bahan-bahan penunjang dari berbagai sumber yang Insya Allah berkompeten.

Bacaan Lainnya
Banner 728309

PUASA Tidak hanya menjadi ibadah wajib setiap Bulan Ramadhan bagi umat Islam, tapi juga sering dijadikan amalan sunnah di hari-hari istimewa.

Misalnya puasa tasu’a, asyura, tarwiyah, arafah, senin-kamis dan lainnya.

Sebagian ulama berpendapat, puasa juga bisa menjadi alternatif amalan tirakat mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Hukum berpuasa di Bulan Ramadhan adalah wajib, karena merupakan salah satu dari Rukun Islam.

Itu (rukun) artinya, puasa ini menjadi hal pokok yang tidak boleh tidak dilaksanakan demi membangun hubungan antara hamba dengan Sang Kholiq untuk mencapai derajat ketakwaan.

Mari kita simak firman Allah SWT berikut :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa,” (QS Al-Baqarah : 183).

Maksud bertakwa pada ujung ayat tersebut adalah wujud ketakutan hamba kepada Allah SWT dengan meninggalkan kesenangan duniawi.

Dalam konteks ini, takwa juga diartikan menjaga (al-muhafadzoh), karena kedudukan-Nya yang agung.

Sejatinya, perintah wajib berpuasa pada Al-Baqarah 183 itu memang hanya untuk puasa di Bulan Ramadhan.

Namun dari aspek tujuannya, puasa sunnah juga sama. Yakni sebagai jembatan mendekatkan hubungan diri seorang hamba kepada Allah SWT menuju ketakwaan. Di sinilah kita dapat melihat kandungan hikmah puasa.

Sehingga, puasa dianggap sebagai bentuk nyata kepatuhan seseorang, serta benteng baginya dari segala pelanggaran larangan Allah SWT.

Sabda Rasulullah SAW :

الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي

“Puasa itu adalah benteng, maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor dan jangan pula berbuat bodoh. Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka katakanlah, ‘aku sedang berpuasa’ sebanyak dua kali. Dan demi dzat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah SWT daripada harumnya minyak misk, karena dia meninggalkan makanannya, minumannya dan nafsu syahwatnya karena-Ku (Allah),” (HR Bukhari).

Perintah berpuasa tidak hanya diturunkan kepada umat Nabi Muhammad SAW, tapi juga diperintahkan kepada umat-umat terdahulu.

Situs tafsirquran.id menulis, para ahli kitab dari Yahudi dan Nasrani menganggap ibadah puasa dan orang-orang yang melaksanakannya terpuji.

Bahkan menurut Syeikh Wahbah Az-Zuhaili dalam At-Tafsirul Munir, puasa juga dijalankan oleh kaum Pagan, Yunani dan Mesir kuno.

Dalam ilmu fiqh, puasa adalah al-imsak yang berarti menahan diri dari segala hal yang membatalkannya, seperti makan, minum dan berhubungan intim, mulai terbit fajar hingga matahari terbenam.

Bagi para alim ulama, puasa tidak sekadar menahan lapar dan haus, ada hikmah tersimpan dalam ibadah itu.

Menurut Syeikh Wahbah Az-Zuhaili, hikmah puasa dari aspek jasmani, rohani, medis, dan sosial adalah :

  • Melatih diri takut kepada Allah SWT dalam keadaan samar maupun terang-terangan. Seseorang yang berpuasa hanya diawasi oleh tuhannya, sehingga ketika ia merasa lapar dan dahaga saat mencium aroma hidangan dan melihat segarnya minuman namun tetap menahan diri, maka ia telah membuktikan rasa takutnya kepada Allah. Ia hanya mengharap pahala dan ridha dari-Nya.
  • Meredam syahwat. Syahwat sifatnya mempengaruhi dan menguasai, maka dengan puasa ia menjadi tenang dan seimbang.
  • Mengundang kepekaan diri bersimpati dan empati sehingga ia akan mudah berbagi. Saat berpuasa, ia akan merasakan rasa lapar yang dialami orang-orang lemah yang kekurangan pangan.
  • Memahami arti kesetaraan bahwa statusnya sama dalam melaksanakan kewajiban. Tidak memandang kasta.
  • Membiasakan hidup teratur. Berpuasa menjadi pelajaran untuk mendisiplinkan diri melalui waktu yang telah ditetapkan, kapan ia harus memulai dan mengakhirinya. Ia juga dianjurkan untuk menyegerakan berbuka dan mengakhiri sahur.
  • Menyehatkan badan dan mereformasi stamina secara berkala.

Rasulullah SAW telah memberi jaminan kebahagian kepada orang berpuasa, sebagaimana sabdanya : “Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia berjumpa dengan Rabb-nya,” (HR Muslim).

Demikian tausyiah kita hari ini, mohon maaf atas kekurangan dan khilaf dalam penyampaian. Kritik dan saran dri pembaca bisa disampaikan pada kolom komentar situs ini.

Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan, semoga amal ibadah kita diterima Allah SWT, aamiin ya robbal ‘alamiin. ***

*)Penulis adalah aktivis perempuan Bengkulu Selatan
**)Referensi umum : tafsirquran – Lutfiyah (IKHAC) Mojokerto

 

 

Baca selengkapnya di GOOGLE NEWS KompolmasTV

Banner 728309

Pos terkait

Ekowisata Serunting - Wisata Bengkulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *