Mungkinkah Polwan Jadi Kapolri?

Mungkinkah Polwan jadi Kapolri

KEPOLISIAN Negara Republik Indonesia (Polri) memperingati Hari Polisi Wanita (Polwan) setiap 1 September.

Tahun ini, peringatan HUT ke-75 Korps Srikandi Bhayangkara tersebut mengusung tema “Polri Presisi untuk Negeri – Polwan Siap Mendukung Pemilu Damai Menuju Indonesia Maju”.

Bacaan Lainnya

Awal hadirnya Polwan di tubuh Polri adalah sebagai pembawa solusi di tengah kesulitan-kesulitan teknis polisi pria menangani perkara yang melibatkan korban, tersangka atau saksi dari kaum perempuan.

Kini, urgensi peran Polwan di tubuh institusi Polri tidak lagi sebatas pelengkap, sudah menggurita di berbagai tugas strategis, menyamai prestasi para anggota pria.

Meski, entah kenapa, sepanjang sejarah belum pernah ada satupun anggota Polwan benar-benar diberi amanat menjadi Kapolri.

Melalui biro-biro liputan di sekitar 268 Polres se-Indonesia, Kompolmas.tv pernah melakukan observasi normatif terhadap hampir 1000 Polwan berpangkat bintara hingga perwira pertama, akhir tahun lalu.

Hasilnya, mayoritas responden mengaku pernah berimpian tongkat komando Brata-1 sesekali dipegang oleh seorang Polwan.

Sebagian kecil responden, kurang dari 20 persen, tidak mempermasalahkan Polwan menjadi Kapolri. Sementara adapula responden yang menolaknya dengan berbagai argumentasi.

Apapun itu, observasi tersebut sebatas bertujuan mengembangkan wawasan keredaksian media ini soal bagaimana mestinya memberi porsi lebih terhormat kepada para Polwan dalam pemberitaan.

 

Enam Srikandi dalam Nukilan Sejarah Lengkap Terbentuknya Polwan

KEBERADAAN Sosok Polisi Wanita (Polwan) mulai terasa sangat dibutuhkan pada awal 1948.

Khususnya saat pemeriksaan korban, tersangka atau saksi dari kaum hawa, terutama pemeriksaan fisik, oleh anggota polisi pria.

Laman Museumpolri.org merilis, kala itu polisi sering meminta bantuan para istri polisi dan pegawai sipil wanita melaksanakan tugas pemeriksaan fisik.

Hal demikian memantik organisasi wanita dan organisasi wanita Islam di Bukittinggi menginisiasi usulan kepada pemerintah untuk keikutsertaan wanita dalam pendidikan kepolisian.

Kemudian, Tjabang Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera berkedudukan di Bukittinggi membuka peluang para wanita pilihan menjadi polisi.

Maka, enam wanita pertama tampil merebut peluang itu pada 1 September 1948. Mereka adalah :

  • Mariana Saanin
  • Nelly Pauna
  • Rosmalina Loekman
  • Dahniar Sukotjo
  • Djasmainar
  • Rosnalia Taher

Bersama 44 siswa pria, keenam srikandi perintis ini mengikuti pendidikan calon inspektur polisi di SPN Bukittinggi.

Sejak saat itu, 1 September diperingati sebagai hari lahirnya Polisi Wanita (Polwan).

Belum mereka sempat merampungkan pendidikan, pendidikan calon inspektur polisi di SPN Bukittinggi dihentikan dan ditutup, menyusul meletusnya agresi militer ke-2 Belanda pada 19 Desember 1948.

Pasca Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 19 Juli 1950, enam sekawan ini kembali melanjutkan pendidikan di SPN Sukabumi.

Di tempat baru ini, enam calon inspektur polisi wanita ini diasupi ilmu-ilmu kemasyarakatan, ilmu kejiwaan, pedagogi, sosiologi, psikologi, latihan anggar, jiu jit su, judo, dan latihan militer.

Akhirnya, Mariana Saanin dan lima rekan seperjuangannya berhasil menyelesaikan pendidikan, pada 1 Mei 1951.

Enam Polwan muda ini langsung berdinas di Djawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Polisi Jakarta Raya.

Mereka disodori tugas khusus menangani kasus wanita, anak-anak, dan membantu polisi umum menangani korban, tersangka atau saki dari kaum wanita, mengawasi dan memberantas pelacuran, perdagangan perempuan dan anak-anak.

Sewindu kemudian, TAP MPR Nomor II Tahun 1960 menyatakan bahwa kepolisian merupakan bagian dari angkatan bersenjata.

Maka, mulai 1965 pendidikan calon perwira Polwan diintegrasikan dengan calon perwira polisi pria untuk bersama-sama dididik di Akademi Angkatan Kepolisian (AAK) di Yogyakarta.

Perekrutan Polwan di AAK hanya berjalan satu angkatan. Untuk menjadi perwira Polwan dilanjutkan melalui jalur perwira karier setingkat sarjana dan sarjana muda di Sekolah Perwira Militer Wajib (Sepamilwa).

Tahun 1975, Depo Pendidikan dan Latihan (Dodiklat) 007 Ciputat membuka kelas pendidikan calon bintara Polwan.

Tahun 1982, Dodiklat 007 Ciputat berubah namanya menjadi Pusat Pendidikan Polisi Wanita (Pusdikpolwan) Ciputat. Ini adalah tahun pertama bagi lembaga pendidikan khusus mendidik Polwan.

Animo putri-putri terbaik bangsa menjadi Polwan terus maningkat, Pusdikpolwan inipun harus menyesuaikan diri, ditandai pergantian nama menjadi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan), pada 30 Oktober 1984.

Dua tahun kemudian, Kapolri Jenderal Drs Mochammad Sanoesi mengesahkan lambang Polwan yang termaktub dalam Surat Keputusan Nomor: Pol.: Skep/480/XI/1986, diterbitkan 29 November 1986.

Era Keemasan

JEANNE Mandagi SH tercatat sebagai Polwan pertama yang mampu pecah bintang.

Dia berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen) pada 1991, atau empat tahun setelah Polwan lainnya, yakni Letnan Satu Polisi Dwi Gusiyati dititah menjadi Kapolsek di Pasar Kliwon, Solo.

Tidak lama berselang, Monumen Polwan dibangun di Bukittinggi, diresmikan Kapolri Jenderal Polisi Drs Banoeroesman Astrosemitro pada 27 April 1993.

Satu dekade berlalu, jumlah Polwan terus bertambah namun belum banyak memperoleh kesempatan menduduki posisi strategis.

Dan baru pada 2002, kaum wanita diberi kesempatan mengikuti pendidikan calon perwira Polwan di Akademi Kepolisian (Akpol).

Ini mengawali debut karier gemilang Polwan di Korps Bhayangkara, hingga hari ini tidak sedikit Polwan sanggup “memikul” bintang di pundaknya.

Di antaranya adalah Irjen Sri Handayani yang pernah menjadi kompetitor terberat Firli Bahuri dalam seleksi calon Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).

Selain itu, ada pula Brigjen Apriastini Bakti Bugiansri, serta Brigjen Juansih dan Brigjen Ida Oetari yang punya serenteng prestasi di Badan Narkotika Nasional (BNN).

Penugasan para bintang ini di eksternal kepolisian menunjukkan bahwa Polwan bukan kaleng-kelang, mereka menolak terjebak stigma jago kandang.

Berbagai prestasi terus ditorehkan Polwan dalam sejarah panjang kepolisian, mereka berpacu setara dengan para polisi pria. [ver]

Baca selengkapnya di GOOGLE NEWS KompolmasTV

Pos terkait