Justice Collaborator, Kasus Cash Back Anggaran Publikasi Seret Pimpinan DPRD

Justice collaborator, kasus cash back anggaran publikasi seret pimpinan DPRD
Justice collaborator, kasus cash back anggaran publikasi seret pimpinan DPRD. [Foto: Ramen saat memberikan keterangan pers]]

KASUS Korupsi seputar cash back anggaran publikasi DPRD Kota Makassar masuki babak baru, segenap pimpinan Dewan bakal terseret.

Pasalnya, mantan Kasubag Humas, ATN yang telah ditetapkan sebagai tersangka menyatakan siap menjadi Justice Collaborator (JC).

Bacaan Lainnya

Langkah demikian diputuskan ATN mengingat dirinya bukan pelaku utama dalam kasus tersebut.

“Yang kami siapkan, klien kami bukan pelaku utama. Dia bukan pucuk pimpinan, bukan juga yang menangani kerjasama (media publikasi-red) di tahun 2021,” ungkap kuasa hukum ATN, Rhamdany Tri Saputra SH di Makassar, Sabtu (28/1) malam.

Berdasarkan pengakuan ATN, kata dia, hampir semua pucuk pimpinan atau pemegang kebijakan di DPRD Kota Makassar sudah menikmati hasil dugaan pungutan liar (Pungli) berupa cash back anggaran media tersebut.

“Berdasarkan informasi klien kami, hampir semua pimpinan pernah merasakan ini termasuk mantan Sekwan dan Sekwan sekarang itu menikmati,” ujarnya.

Ramen, sapaan akrab Ketua LBH Ansor Sulawesi Selatan ini menilai, Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar kurang teliti dalam kasus tersebut, tanpa memperhatikan Pasal 5 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

“Yang kami lihat pihak kejaksaan kurang teliti, Pasal 5 UU Tipikor, setiap orang memberi dan menerima. Memberi ini kemana? apakah sudah diperiksa atau bagaimana? Kami bersurat untuk melakukan pengembangan. Supaya kita tahu siapa saja yang turut menikmati,” jelasnya.

Karena itu, Ramen juga meminta penyidik Kejari Makassar melakukan uji lab forensik tulisan tangan Ketua DPRD Kota Makassar, Rudianto Lallo.

“Di situ ada tulisan seolah-seolah mengarahkan dan meminta cash back ke rekan media yang ada di kerjasama publikasi sekretariat DPRD Makassar,” bebernya.

Ramen berharap, penyidik Kejari Makassar tidak tebang pilih dalam menangani perkara yang menyebabkan kliennya menjadi tersangka.

“Semoga terlaksana sehingga kita bisa mengetahui otak dari dugaan tindak pidana korupsi ini,” ucapnya.

“Kemudian ada bukti juga yang dilampirkan terkait aliran dana dari yang dimaksud cash back tersebut, yaitu program yang tidak ada dalam pagu DPRD Makassar. Ada beberapa alat bukti bahwa itu lari ke pribadi, iklan pribadi dan podcast,” timpal Ramen.

Berdasarkan perhitungan Inspektorat dan Kejari Makassar, lanjut Ramen, kasus ini menimbulkan kerugian negara senilai Rp560 juta.

“Klien kami diminta melakukan pengembalian sedangkan disangkakan Pungli atau gratifikasi. Olehnya kami meminta Kejari Makassar tidak tebang pilih.

Karena sampai detik ini tersangka cuma satu orang yaitu klien kami. Dalam BAP Inspektorat ada tiga pemegang dana, yaitu staf humas. Kami juga sudah menyampaikan kemana saja aliran uang ini yang dicurigai sebagai Pungli,” tandasnya.

Ramen meminta Kejari Makassar melakukan pengembangan dan pemeriksaan lebih mendalam berdasarkan Pasal 5 dan Pasal 26 A UU Nomor 20 Tahun 2001.

Pasal 5, menurut dia, pada dasarnya menitikberatkan tindak pidana korupsi kepada setiap orang yang memberi atau menjanjikan gratifikasi/pungli kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Sedangkan pasal 26 A pada dasarnya menitikberatkan kepada alat bukti petunjuk yang sah selain dituangkan dalam Pasal 188 Ayat (2) Kuhap, adalah alat bukti lain berupa informasi dan berupa dokumen-dokumen lainnya.

“Sehingga kami selaku penasehat hukum (bagi tersangka ATN-red) meminta segera dilakukan pemeriksaan lebih mendalam pengembangan terhadap pemberi gratifikasi, pelaku lain sesuai alat bukti yang telah klien kami lampirkan kepada pihak Kejari,” pungkasnya.[ztr/kal]

Baca selengkapnya di GOOGLE NEWS KompolmasTV

Pos terkait